Ayah Zaman Dulu vs Ayah Zaman Sekarang: Belajar dari Dua Perspektif

Halo sahabat pembaca! 🌿
Pernahkah kita merenung bagaimana sosok ayah berubah dari masa ke masa? Dulu, ayah identik dengan sosok yang tegas, penuh wibawa, dan sedikit bicara. Kini, ayah hadir dengan wajah baru: lebih dekat, lebih terbuka, bahkan bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya.

Tema menarik ini dibahas dalam Podcast Ngopi Beda dengan tajuk “Ayah Zaman Dulu vs Ayah Zaman Sekarang”. Podcast ini menghadirkan dua narasumber inspiratif:

👉 Irwansyah, S.T. – Ketua DPRK Banda Aceh, sekaligus Ayah GATI Aceh, yang mewakili wajah ayah zaman sekarang: dinamis, modern, dan dekat dengan anak.
👉 Ir. Muhammad Kasim – Keuchik Gampong Ie Masen Kayee Adang, sekaligus Ayah GATI Desa, yang menggambarkan ayah zaman dulu: penuh disiplin, tanggung jawab, dan wibawa.

 

Perbedaan Peran Ayah: Dulu vs Sekarang

Kalau kita melihat ke belakang, peran ayah dulu lebih banyak menjadi pemimpin mutlak dalam rumah. Keputusan besar ada di tangannya, dan komunikasi cenderung satu arah.

Namun menurut Irwansyah, ayah zaman sekarang sudah banyak berubah. Mereka lebih partisipatif, terbuka berdiskusi, bahkan memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan pendapatnya. Ayah bukan hanya “pengambil keputusan”, tetapi juga teman bertukar pikiran.

 

Komunikasi dan Ekspresi Emosi

  • Ayah dulu: jarang mengekspresikan kasih sayang secara verbal. Tegas, sedikit bicara, namun dihormati.
  • Ayah sekarang: lebih terbuka menyampaikan perasaan, tak sungkan menunjukkan kasih sayang, dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak.

Seperti kata Irwansyah, justru dengan komunikasi terbuka itulah kepercayaan anak bisa tumbuh.

 

Tantangan yang Berbeda

Menurut Ir. Muhammad Kasim, tantangan ayah di masa lalu lebih sederhana: ekonomi keluarga, norma sosial, dan disiplin rumah tangga.

Sedangkan ayah masa kini, kata Irwansyah, menghadapi tekanan yang jauh lebih kompleks:

  • Ekspektasi publik & media sosial untuk jadi “ayah sempurna”
  • Menjadi paham teknologi agar bisa mengikuti dunia anak
  • Harus pandai membagi waktu antara pekerjaan, keluarga, dan diri sendiri

 

Menjaga Keseimbangan

Ayah dulu mungkin lebih fokus pada pekerjaan sebagai penopang utama keluarga. Tapi ayah sekarang dituntut untuk bisa menyeimbangkan:

  • Karier dan ekonomi
  • Kehadiran fisik & emosional bagi anak
  • Waktu pribadi agar tidak kelelahan (burnout)

Inilah dilema yang sering dirasakan para ayah modern.

 

Nilai yang Tetap Sama

Meskipun cara mendidik berbeda, baik Irwansyah maupun Ir. Muhammad Kasim sepakat: nilai-nilai penting seperti disiplin, tanggung jawab, dan hormat tidak boleh hilang.

Bedanya hanya pada cara penyampaian:

  • Ayah dulu lebih tegas, kadang keras, tapi konsisten.
  • Ayah sekarang lebih suportif, adaptif, dan lembut, namun tetap menekankan nilai yang sama.

 

Penutup: Refleksi untuk Kita Semua

Menjadi ayah memang tidak mudah. Zaman boleh berubah, tantangan boleh berbeda, tapi esensi peran ayah tetap sama: menjadi teladan, pelindung, dan sumber kasih sayang bagi keluarga.

Pertanyaannya, sudahkah kita hadir sebagai ayah (atau anak) yang saling memahami, saling mendukung, dan saling menguatkan?

💬 Bagaimana dengan pengalamanmu? Apakah lebih relate dengan “ayah zaman dulu” atau “ayah zaman sekarang”? Tulis pendapatmu.

 

 

 

Sources : 🎙️ PODCAST NGOPI BEDA ☕“Ayah Zaman Dulu vs Ayah Zaman Sekarang” – YouTube